Please don't call this a movie review. It's an after movie thought, I kept in a note
Third Star sukses
menoyor gue dengan premis "Oh dear self, here’s the rule you rarely realize,
kehidupan
tidak
diberikan dalam porsi yang sama
besar kepada setiap
orang. Lo nggak akan
tahu kapan porsi lo bakal habis"
James mendapat
jatah porsi kehidupan yang lebih kecil dari kita.
He’s 20-something years old, with an idea about the
future he wanted and whom he should become, (James wants to be a writer) but he
never been bold and crazy enough to make vulgar decision, to do more than
average.
And then cancer came. The privilege of time to be
bold, and crazy has become unavailable.
Merasa familiar dengan penggambaran karakter James?
It’s us! It’s me! Idiot newbie of the adult world!
Untuk James, kanker membuat suapan terakhir dari porsi
kehidupan menjadi sangat pahit dan sulit untuk ditelan. Rasa pahit itu tidak
bisa hilang, bahkan tidak bisa larut dalam tegukan morfin cair yang setiap hari
ia minum langsung dari botolnya.
“The sickness may be mine, but the tragedy is theirs.”
Bosan melihat sikap tragis dramatis orang-orang di
sekelilingnya, James memutuskan untuk
menyingkir sejenak dari banjir simpati dengan mengadakan “perjalanan” (yang
kemudian diejek sebagai pencarian jiwa palsu ala Oprah). Ia mengajak tiga sahabat terdekatnya, Bill, Davy, dan
Miles untuk menemaninya berkemah di Barafundle Bay, sebuah pantai yang selama
ini menjadi lokasi favorit mereka.
Dalam perjalanan tersebut, James memiliki agenda untuk
“menampar” para sahabatnya satu persatu. James mulai kesal terhadap Bill, Davy,
dan Miles karena di matanya ketiga sahabatnya tersebut mulai melepaskan mimpi mereka
dan terbawa arus “normal” Menjalani
kehidupan sekedarnya untuk mengamankan hal-hal standar seperti pekerjaan tetap,
cicilan rumah, dan hubungan pribadi tanpa cinta yang dipertahankan hanya karena
sudah terlanjur dimulai dan dilakukan dalam durasi yang terlalu lama.
“We’ve all
forgotten that moment when you realize we’ll never play in World Cup Final or
be the first man on mars, and all
those daydreams become fantasies rather than possibilities”
Di antara insiden-insiden kocak, kelakuan konyol,
gurauan khas pria, dan obrolan filosofis sambil menghisap daun mariyuana, James
mulai mencecar ketiga sahabatnya. Ia tidak bisa menerima bahwa ketiga
sahabatnya, dengan porsi kehidupan yang lebih besar dari dirinya, justru memilih
kehidupan yang dicacinya sebagai “Pointless, Consumer-Fucker Lives.” Dengan getir
ia mengungkapkan ketidakadilan yang dirasakannya:
“I don’t want to die! I want
more time. I was going to do so much. I was going to be special.”
Bill, Davy, dan Miles akan menjawab tuduhan sinis
James tersebut secara berbeda. Silahkan mencari cerminan sikap pribadi kita dalam reaksi
mereka. Bagaimana jika kamu dituduh telah menghamburkan hidup, oleh seorang
sahabat yang sedang menunggu kematiannya?
Ada yang menyerang balik James dengan kalimat
“Cancer’s no excuse for being an egomaniac. Why are you so special?” Ada yang hanya
mengangkat bahu dan mengakui bahwa memang ia secara sadar memilih untuk
melakukan hal yang mudah, setelah gagal mencapai tujuan idealnya. Ada pula yang
tidak menjawab tuduhan James sama sekali, membiarkan James menghakiminya karena
ia merasa wajib untuk melidungi perasaan sahabatnya tersebut.
Di akhir film, tujuan James yang sesungguhnya pun terungkap, bukan sekedar berkemah untuk melupakan penyakitnya. James sudah menyiapkan rencana lain tanpa sepengetahuan
Bill, Davy, dan Miles. Ia ingin ketiga sahabatnya membantunya melakukan sesuatu, yang menurutnya akan
membuatnya merasakan sensasi “hidup” yang selama ini terkalahkan oleh rasa
sakit dari penyakitnya.
No comments:
Post a Comment